Jumat, 01 Juni 2012
KOMENTAR TENTANG PASAL 7 AYAT 6a
Pasal 7 ayat 6a yang menyebutkan bahwa, “Dalam hal harga rata-rata Indonesia Crude Oil Price (ICP) dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi dengan kebijakan pendukungnya”, selain mengabaikan kedaulatan rakyat dalam menetapkan APBN juga mengabaikan asas kepastian hukum dan keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 45.
Saya menilai pertentang¬an norma dalam UU APBN-P pada Pasal (7) Ayat (6) UU Nomor 22/2011 tentang APBN Tahun 2012 menyebutkan bahwa harga jual eceran bahan bakar minyak bersubsidi tidak mengalami kenaikan, kemudian pada Pasal 7 ayat 6a yang menyebutkan bahwa, “Dalam hal harga rata-rata Indonesia Crude Oil Price (ICP) dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi dengan kebijkan pendukungnya. Menurut saya, seharusnya ti¬dak boleh ada pertentangan nor¬ma dalam sebuah UU, karena dengan adanya pertentangan tersebut berdampak dengan penilaian bangsa lain.
Komentar saya tentang kenaikan BBM :
1. alasan kenaikan harga BBM karena untuk mengatasi APBN yang jeblok tidak masuk akal, dan rencana kebijakan itu merupakan satu langkah yang salah menurut saya. Padahal, masalah korupsi merupakan hal yang lebih tepat untuk dijadikan alasan kejeblokan anggaran negara tersebut.
2. kebijakan untuk menaikkan harga BBM itu dilakukan pada waktu yang tidak tepat, mengingat kesengsaraan masyarakat semakin menjadi-jadi karena kesalahan demi kesalahan yang dilakukan oleh Negara.
3. yang menurut saya sangat penting, wacana kebijakan menaikkan harga BBM yang sudah digembor-gemborkan jauh sebelum keputusan itu ditetapkan, memunculkan berbagai spekulasi dan disinformasi di media-media sehingga memunculkan efek ‘panik pra kenaikan BBM’ di masyarakat. Menjadi wajar kemudian, mengapa harga sembako sudah mahal duluan sebelum harga BBM resmi dinaikkan.
sumber :
http://www.suarapembaruan.com/home/pasal-7-ayat-6a-yang-dibahas-paripurna-bertentangan-dengan-putusan-mk/18652
KETAHANAN NASIONAL ENERGI KITA
Ketahanan energi merupakan salah satu faktor penting ketahanan nasional sehingga wajar jika Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) memberikan sinyal kepada pemerintah bahwa cadangan bahan bakar minyak Indonesia yang rata-rata hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri selama 20 hari saja rawan ketahanan energi. Angka tersebut jauh di bawah cadangan minyak Singapura yang mencapai 120 hari dan Jepang 107 hari. Padahal kita tahu kedua negara maju itu tidak memiliki deposit minyak bumi. Mengapa ketahanan energi sebuah negara yang memiliki deposit minyak bumi bisa lebih rentan dari pada negara-negara konsumen.
Kondisi ini jelas merugikan Indonesia sebagai pemilik cadangan migas maka dari itu tidak mengherankan jika ketahanan energi Indonesia sangat rentan. Ketahanan IPTEK Indonesia masih sangat rendah, penguasaan teknologi eksplorasi dan eksploitasi migas saat ini masih belum memadai agar Indonesia dapat menjadi Negara yang memiliki ketahanan energi tinggi dan berdaulat energi. Fakta yang ada hampir semua kontraktor-kontraktor migas menggunakan teknologi asing.
Indonesia juga harus berinisiatif untuk berperan lebih mendorong partisipasi aktif dalam berbagai forum energi internasional baik di bawah kerangka PBB maupun di luar PBB untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan kebijakan energi antara lain: mengintensifkan kerjasama dengan International Energy Agency (IEA) melalui penandatanganan MOU dan menjadi Observer pada Energy Charter. Selain itu Indonesia juga aktif berpartisipasi pada pembahasan energi pada forum G-20. Terkait International Renewable Energy Agency (IRENA), Indonesia masih mempertimbangkan manfaat keanggotaan di organisasi tersebut. Agar partisipasi RI di berbagai forum internasional dapat optimal, perlu dilakukan kolaborasi dan sinergi yang intensif dengan melibatkan para pemangku kepentingan domestik termasik departemen teknis terkait.
Dan ini lah beberapa factor yang mungkin bisa mengembalikan kondisi ketahanan energi di Indonesia. Pemerintah harus bersungguh-sungguh dan sistematis untuk memperbaiki keadaan ini. Langkah-langkah pembenahan harus segera dimulai, misalnya dengan :
1. Menata ulang sistem pengelolaan ladang minyak nasional dengan meninjau kembali undang-undang dan kontrak-kontrak pengelolaan ladang-ladang minyak kita, jika dirasa tidak menguntungkan Indonesia. Kalau perlu, ijin pengelolaan ladang minyak di tangan kontraktor asing tidak diperpanjang lagi setelah masa kontrak mereka habis.
2. Meningkatkan penguasaan IPTEKyang bertumpu kepada ketersediaan SDA dan SDM karena IPTEK adalah kunci keberhasilan penguatan ketahanan energi. Melalui teknologi nilai tambah setiap produk energi dapat ditingkatkan, memberi perioritas kepada teknologi energi yang urgen, memperbaiki iklim investasi yang kondusif dan meningkatkan kapabilitas dalam teknologi, infrastruktur, riset, SDM dan pemodalan.
3. Meningkatkan komitmen mengembangkan EBT yang ramah lingkungan sebagai pengganti bahan bakar fosil karena kedepan cadangan energi fosil semakin berkurang.
Penguatan Ketahahan Energi dapat dimaksimalkan antara lain melalui penguasaan teknologi di bidang eksplorasi, pengelolaan, konversi, penghematan energi dan teknologi energi baik terbarukan maupun takterbarukanyang ramah lingkungan. Disamping memproduksi dan memanfaatkan energi secara optimal di dalam negeri maka Indonesia perlu mengusahakan energi di luar negeri karena disamping memperoleh keuntungan sebagian hasilnya diimpor untuk digunakan di dalam negeri. Terobosan teknologi, misalnya melalui teknologi nano dapat mengurangi biaya operasional dan harga Energi Terbarukan maupun tidak terbarukan akan lebih murah dimasa depan. Indonesia patut mencohtoh keberhasilan ini dengan segera membuat Standard Operational Procedure hemat energi bagi bangunan komersial, industri dan perumahan.
sumber :
http://www.kemlu.go.id/Pages/IIssueDisplay.aspx?IDP=27&l=id
Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Kenaikan harga BBM bersubsidi mau tidak mau akhirnya datang juga. Berbagai reaksi dari masyarakat timbul dengan gencar baik yang pro maupun yang kontra. Yang pro tentunya pemerintah yang juga didukung Kadin, sebenarnya tidak menginginkan terjadinya kenaikan harga BBM bersubsidi, namun kondisi dan kenyataan yang terjadi memaksa pemerintah untuk mengambil kebijakan. Di sisi lain, yang kontra terhadap kenaikan BBM mulai dari anggota DPR, DPRD, kalangan mahasiswa maupun para pekerja lainnya, mereka semua menolak kenaikan harga BBM. Diantara yang pro dan kontra terhadap kebijakan kenaikan harga BBM tersebut terdapat kelompok yang abstain. Mereka ini tidak ikut demo, pasrah, harga BBM tidak naik syukur, kalau BBM naik ya sudah, dengan lapang dada, harus menerima. Mereka juga sebenarnya berharap harga BBM tetap, karena dengan kenaikan BBM akan mengakibatkan tambahan pengeluaran mereka sehari-hari, seperti kebutuhan rumah tangga meningkat, misalkan harga cabai, bawang, sayuran, minyak goreng, pokoknya sandang dan pangan akan ada peningkatan harga.
Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai 1 April mendapat dukungan politik dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Di tengah situasi semakin sulit sekarang ini, pemerintah memberikan kebijakan bantuan langsung tunai (BLT) yang diluncurkan oleh pemerintah untuk para masyarakat yang kurang mampu. Baginya, kebijakan BLT merupakan langkah tepat untuk mengantisipasi anjloknya daya beli masyarakat miskin akibat naiknya harga kebutuhan pokok.
Pemerintah mengusulkan asumsi volume bahan bakar minyak bersubsidi dalam Rancangan APBN 2013 berkisar 45 juta kiloliter. Syaratnya, pemerintah tetap melanjutkan implementasi program penghematan BBM bersubsidi dan diperbolehkan menaikkan harga jual BBM bersubsidi.
Dalam APBN Perubahan 2012, volume BBM bersubsidi ditetapkan 40 juta kiloliter (kl). Namun, realisasi konsumsi BBM bersubsidi sampai Mei 2012 sudah mencapai 17,52 juta kl atau 43,8 persen dari kuota tahunan. Sementara realisasi konsumsi BBM bersubsidi tahun 2011 sebesar 41,79 juta kl.
Terkait dengan hal itu, pemerintah mengajukan usulan asumsi volume BBM bersubsidi dalam RAPBN 2013 sebesar 45-48 juta kl. Jumlah itu dengan rincian volume Premium dan bioetanol 28,7-30 juta kl, minyak tanah 1,3 juta kl, solar dan biodiesel 15-16,7 juta kl.
Proyeksi volume BBM bersubsidi tahun 2013 diperkirakan 45-48 juta kl, dengan memperhatikan tingkat keberhasilan program penghematan BBM bersubsidi tahun 2012 dan kelanjutannya. Volume BBM bersubsidi tahun 2013 dapat dikendalikan menjadi 45 juta kl jika program penghematan BBM bersubsidi tahun 2012 dan kenaikan harga jual BBM bersubsidi tetap diimplementasikan.
Pemerintah akan melaksanakan program penghematan energi. Salah satu kebijakan yang akan dilakukan adalah pelarangan pemakaian BBM bersubsidi bagi mobil dinas pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD mulai 1 Juni 2012. Pemerintah bersedia menambah pasokan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jika kekurangannya disebabkan imbas pertumbuhan ekonomi. Namun, pemerintah tidak akan menyediakan tambahan BBM bersubsidi jika disalahgunakan untuk pertambangan dan perkebunan.
Sumber :
http://bisniskeuangan.kompas.com